WAWASAN NUSANTARA
Wawasan Nusantara pada dasarnya merupakan cara
pandang terhadap bangsa sendiri. Kata “wawasan” berasal dari kata “wawas” yang
bearti melihat atau memandang (S. Sumarsono, 2005). Setiap Negara perlu
memiliki wawasan nasional dalam usaha menyelenggarakan kehidupannya.
Wawasan itu pada umumnya berkaitan dengan cara
pandang tentang hakikat sebuah Negara yang memiliki kedaulatan atas wilayahnya.
Fokus pembicaraan pada unsur kekuasaan dan kewilayahan disebut “geopolitik”.
Dalam konteks teori, telah berkembang beberapa
pandangan geopolitik seperti dilontarkan oleh beberapa pemikir di bawah ini
dalam S. Sumarsono (2005, hal 59-60) :
Pandangan/ajaran Frederich Ratzel
Negara merupakan sebuah organisme yang hidup
dalam suatu ruang lingkup tertentu, bertumbuh sampai akhirnya menyusut dan mati
Negara adalah suatu kelompok politik yang hidup
dalam suatu ruang tertentu.
Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya
sebuah bangsa tidak bisa lepas dari alam dan hukum alam.
Semakin tinggi budaya suatu bangsa maka semakin
besar kebutuhannya akan sumber daya alam.
Pandangan/ajaran Rudolf Kjellen
Negara merupakan suatu organisme biologis yang
memiliki kekuatan intelektual yang membutuhkan ruang untuk bisa berkembang
bebas.
Negara merupakan suatu sisem politik
(pemerintahan)
Negara dapat hidup tanpa harus bergantung pada
sumber pembekalan dari luar. Ia dapat berswasembada dan memanfaatkan kemajuan
kebudayaan dan teknologinya sendiri untuk membangun kekuatannya sendiri.
Latar Belakang Filosofis
Wawasan Nusantara merupakan sebuah cara pandang
geopolitik Indonesia yang bertolak dari latar belakang pemikiran sebagai
berikut (S. Sumarsono, 2005) :
Latar belakang pemikiran filsafat Pancasila
Latar belakang pemikiran aspek kewilayahan
Indonesia
Latar belakang pemikiran aspek sosial budaya
Indonesia
Latar belakang pemikiran aspek kesejarahan
Indonesia
Latar belakang pemikiran filsafat Pancasila
menjadikan Pancasila sebagai dasar pengembangan Wawasan Nusantara tersebut.
Setiap sila dari Pancasila menjadi dasar dari pengembangan wawasan itu.
Sila 1 (Ketuhanan yang Mahaesa) menjadikan
Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang menghormati kebebasan beragama
Sila 2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang menghormati dan menerapkan
HAM (Hak Asasi Manusia)
Sila 3 (Persatuan Indonesia) menjadikan Wawasan
Nusantara merupakan wawasan yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Sila 4 (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan) menjadikan Wawasan Nusantara
merupakan wawasan yang dikembangkan dalam suasana musyawarah dan mufakat.
Sila 5 (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang mengusahakan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Latar belakang pemikiran aspek kewilayahan
Indonesia menjadikan wilayah Indonesia sebagai dasar pengembangan wawasan itu.
Dalam hal ini kondisi obyektif geografis Indonesia menjadi modal pembentukan
suatu negara dan menjadi dasar bagi pengambilan-pengambilan keputusan politik.
Adapun kondiri obyektif geografi Indonesia telah mengalami perkembangan sebagai
berikut.
Saat RI merdeka (17 Agustus 1945), kita masih
mengikuti aturan dalam Territoriale Zee En Maritime Kringen Ordonantie tahun
1939 di mana lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air
rendah dari masing-masing pantai pulau Indonesia.
Dengan aturan itu maka wilayah Indonesia bukan
merupakan kesatuan.
Laut menjadi pemisah-pemecah wilayah karena Indonesia
merupakan negara kepulauan.
Indonesia kemudian mengeluarkan Deklarasi
Djuanda (13 Desember 1957) berbunyi: ”…berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
maka pemerintah menyatakan bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan
yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak
memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah
daratan negara Indonesia, dan dengan demikian bagian daripada perairan
pedalaman atau nasional berada di bawah kedaulatan mutlak negara Indonesia.
Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman in bagi kapal-kapal asing dijamin
selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan
keselamatan negara Indonesia. Penentuan batas lautan teritorial (yang lebarnya
12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar
pada pulau-pulau negara Indonesia….”.
Jadi, pulau-pulau dan laut di wilayah Indonesia
merupakan satu wilayah yang utuh, kesatuan yang bulat dan utuh.
Indonesia kemudian mengeluarkan UU No 4/Prp
Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia yang berisi konsep kewilayahan Indonesia
menurut Deklarasi Djuanda itu.
Maka Indonesia mempunyai konsep tentang Negara
Kepulauan (Negara Maritim).
Dampaknya: jika dulu menurut Territoriale
Zee En Maritime Kringen Ordonantietahun 1939 luas Indonesia adalah kurang lebih
2 juta km2 maka menurut Deklarasi Djuanda dan UU No 4/prp Tahun 1960 luasnya
menjadi 5 juta km2 (dimana 65% wilayahnya terdiri dari laut/perairan).
Pada 1982, Konferensi PBB tentang Hukum Laut Internasional
III mengakui pokok-pokok asas Negara Kepulauan (seperti yang digagas menurut
Deklarasi Djuanda).
Asas Negara Kepulauan itu diakui dan dicantumkan
dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law af the Sea).
Dampak dari UNCLOS 1982 adalah pengakuan tentang
bertambah luasnya ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia.
Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982
melalui UU No 17 Tahun 1985 (tanggal 31 Desember 1985).
Sejak 16 November 1993 UNCLOS 1982 telah
diratifikasi oleh 60 negara dan menjadi hukum positif sejak 16 November 1994.
Perjuangan selanjutnya adalah perjuangan untuk
wilayah antariksa nasional, termasuk GSO (Geo Stationery Orbit).
Jadi wilayah Indonesia adalah (Prof. Dr.
Priyatna dalam S. Sumarsono, 2005, hal 74).
Wilayah territorial 12 mil dari Garis Pangkal
Laut.
Wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) 200 mil
dari Pangkal Laut.
Wilayah ke dalam perut bumi sedalam 40.000 km.
Wilayah udara nasional Indonesia setinggi 110
km.
Batas antariksa Indonesia.
Tinggi = 33.761 km.
Tebal GSO (Geo Stationery Orbit) = 350 km.
Lebar GSO (Geo Stationery Orbit) = 150 km.
Latar belakang pemikiran aspek sosial budaya
Indonesia menjadikan keanekaragaman budaya Indonesia menjadi bahan untuk
memandang (membangun wawasan) nusantara Indonesia.
Menurut Hildred Geertz sebagaimana dikutip
Nasikun (1988), Indonesia mempunyai lebih dari 300 suku bangsa dari Sabang
sampai Merauke.
Adapun menurut Skinner yang juga dikutip Nasikun
(1988) Indonesia mempunyai 35 suku bangsa besar yang masing-masing mempunyai
sub-sub suku/etnis yang banyak.
Latar belakang pemikiran aspek kesejarahan
Indonesia menunjuk pada sejarah perkembangan Indonesia sebagai bangsa dan
negara di mana tonggak-tonggak sejarahnya adalah:
20 Mei 1908 = Kebangkitan Nasional Indonesia
28 Okotber 1928 = Kebangkitan Wawasan Kebangsaan
melalui Sumpah Pemuda
17 Agustus 1945 = Kemerdekaa Republik Indonesia
Pengertian Wawasan Nusantara adalah sebagai
berikut :
Menurut GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara)
yang ditetapkan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) pada tahun 1993 dan 1998:
Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan
nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 adalah cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan
nasional.
Menurut Kelompok Kerja Wawasan Nusantara yang
dibuat di LEMHANAS 1999:
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang sebaberagam dan bernilai
strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Konsep tentang Wawasan Nusantara merupakan
pengembangan dan sintesa dari konsep-konsep sebagai berikut :
Konsep ”Wawasan Benua” yang dikembangkan TNI AD
RI.
Konsep ”Wawasan Bahari” yang dikembangkan TNI AL
RI.
Konsep ”Wawasan Dirgantara” yang dikembagkan TNI
AU RI.
Konsep ”Wawasan Hankamnas” yang dikembangkan
untuk menjaga kekompakan ABRI.
Konsep ini adalah hasil Seminar Hankam I tahun
1966 yang diberi nama ”Wawasan Nusantara Bahari” di mana dijelaskan bahwa ”Wawasan
Nusantara merupakan konsepsi dalam memanfaatkan segala dorongan (motives) dan
rangsangan (drives) dalam usaha mencapai aspirasi-aspirasi bangsa dan tujuan
negara Indonesia”.
Pada Raker Hankam tahun 1967 ”Wawasan Hankamnas”
dijadikan sebagai ”Wawasan Nusantara”.
Pada 1973 Wawasan Nusantara dijadikan Ketetapan
MPR No IV/MPR/1973 tentang GBHN dalam Bab II Huruf E.
Landasan Wawasan Nusantara adalah :
Landasan Idiil = PANCASILA.
Landasan Konstitusional = UUD 1945.
Unsur dasar Konsepsi Wawasan Nusantara ada 3
yaitu (S Sumarsono, 2005, hal 85)
WADAH (CONTOUR). Wadah kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara meluputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki
kekayaan alam dan penduduk dengan aneka ragam budaya.
ISI (CONTENT). Adalah aspirasi bangsa yang
berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat
dalam Pembukaan UUD 1945.
TATA LAKU (CONDUCT). Adalah hasil interaksi
antara ”wadah” dan ”isi” yang terdiri dari tatalaku batiniah dan lahiriah.
Asas-asas Wawasan Nusantara adalah (S Sumarsono,
2005, hal 87) :
Kepentingan yang sama
Keadilan
Kejujuran
Solidaritas
Kerjasama
Kesetiaan
Implementasi Wawasan Nusantara.
Implementasi atau penerapan wawasan nusantara
harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa
mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau
kelompok.
Dengan kata lain, wawasan nusantara menjadi pola
yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi
berbagai masalah menyangkut kehidupan bermayarakat, berbangsa dan bernegara.
Imlementasi wawasan nusantara bertujuan untuk
menerapkan wawasan nusantara dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan nasional. Implementasi
wawasan nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah
tanah air secara utuh dan menyeluruh sebagai berikut :
1. Wawasan Nusantara sebagai Pancaran Falsafah
Pancasila.
Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang.
Dengan demikian wawasan nusantara menjadi
pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin
kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk mewujudkan
ketertiban dan perdamaian dunia.
2. Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional.
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu
Kesatuan Politik.
Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut
menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi melalui politik luar negeri
yang bebas aktif. Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan
menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut
tampak dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang
dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu
Kesatuan Ekonomi.
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan
ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan
dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Di
samping itu, implementasi wawasan nusantara mencerminkan tanggung jawab
pengelolaa sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar
daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.
1) Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial
maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan
di seluruh wilayah Indonesia secara merata.
2) Tingkat perkembangan ekonomi harus seimbang
dan serasi di seluruh daerah tanpa mengabaikan ciri khas yang memiliki daerah
masing-masing.
3) Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah
nusantara diselenggarakan sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan dalam
sistem ekonomi kerakyatan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu
Kesatuan Sosial Budaya.
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan
sosial budaya akan menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui segala
bentuk perbedaan sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia Tuhan.
Implementasi ini juga akan menciptakan kehidupan
masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa membedakan suku, asal usul
daerah, agama, atau kepercayaan,serta golongan berdasarkan status sosialnya.
Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu
kesatuan dengan corak ragam budaya yang menggambarkan kekayaan budaya bangsa.
Budaya Indonesia tidak menolak nilai-nilai budaya asing asalkan tidak
bertentangan dengan nilai budaya bangsa sendiri dan hasilnya dapat dinikmati.
d. Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu
Kesatuan Pertahanan dan keamanan.
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan
pertahanan dan keamanan akan menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa,
yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela negara pada tiap warga negara
Indonesia.
Kesadaran dan sikap cinta tanah air dan bangsa
serta bela negara ini menjadi modal utama yang akan mengerakkan partisipasi
setiap warga negara indonesia dalam menghadapi setiap bentuk ancaman antara
lain :
1) Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu
daerah pada hakikatnya adalah ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
2) Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan
kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pertahanan dan keamanan Negara dalam
rangka pembelaan negara dan bangsa.
3. Penerapan Wawasan Nusantara.
Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan
wawasan nusantara. Khususnya di bidang wilayah. Adalah diterimanya konsepsi
nusantara di forum internasional. Sehingga terjaminlah integritas wilayah
territorial Indonesia. Laut nusantara yang semula dianggap “laut bebas” menjadi
bagian integral dari wilayah Indonesia.
Pertambahan luas wilayah sebagai ruang lingkup
tersebut menghasilkan sumber daya alam yang mencakup besar untuk kesejahteraan
bangsa Indonesia.
Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima
oleh dunia internasional terutama negara tetangga yang dinyatakan dengan
persetujuan yang dicapai.
Penerapan wawasan nusantara dalam pembangunan
negara di berbagai bidang tampak pada berbagai proyek pembangunan sarana dan
prasarana ekonomi, komunikasi dan transportasi.
Penerapan di bidang sosial dan budaya terlihat
pada kebijakan untuk menjadikan bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika
tetap merasa sebangsa, setanah air, senasib sepenanggungan dengan asas
pancasila.
Penerapan wawasan nusantara di bidang pertahanan
keamanan terlihat pada kesiapsiagaan dan kewaspadaan seluruh rakyat melalui
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta untuk menghadapi berbagai ancaman
bangsa dan Negara.
Dewasa ini kita menyaksikan bahwa kehidupan
individu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sedang mengalami
perubahan. Dan kita juga menyadari bahwa faktor utama yang mendorong terjadinya
proses perubahan tersebut adalah nilai-nilai kehidupan baru yang di bawa oleh
negara maju dengan kekuatan penetrasi globalnya.
Apabila kita menengok sejarah kehidupan manusia
dan alam semesta, perubahan dalam kehidupan itu adalah suatu hal yang wajar,
alamiah.
Dalam dunia ini, yang abadi dan kekal itu adalah
perubahan. Berkaitan dengan wawasan nusantara yang syarat dengan nilai-nilai
budaya bangsa Indonesia dan di bentuk dalam proses panjang sejarah perjuangan
bangsa, apakah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan dan kesatuan itu akan
terhanyut tanpa bekas atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan
nilai global yang menantang Wawasan Persatuan bangsa. Tantangan itu antara lain
adalah pemberdayaan rakyat yang optimal, dunia yang tanpa batas, era baru
kapitalisme, dan kesadaran warga negara.
Implementasi wawasan nusantara dalam bidang
ekonomi
Dalam bidang ekonomi, implementasi wawasan
nusantara akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan
dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata.
Di samping itu, juga dapat mencerminkan tanggung
jawab pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat
antar daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu
sendiri.
Prinsip-prinsip implementasi wawasan nusantara
dalam bidang ekonomi yaitu :
1) Kekayaan di
wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik
bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara
merata.
2) Tingkat
perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah tanpa
meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah masing-masing dalam
pengembangan kehidupan ekonominya.
3) Kehidupan
perekonomian di seluruh wilayah nusantara diselenggarakan sebagai usaha bersama
dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi kerakyatan untuk kemakmuran
rakyat yang sebesar-besarnya.
Contoh implementasi wawasan nusantara dalam
bidang ekonomi diantaranya dengan menyeimbangkan Keuangan Pusat dan Daerah
dengan keluarnya Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Daerah.
Pembagian keuangan yang semula hampir 80%
anggaran daerah harus menunggu didatangkan dari pusat, padahal 90% hasil-hasil
daerah diserahkan pada pemerintahan pusat, kini pada UU tersebut diubah menjadi
:
1) Hasil Pajak Bumi dan Bangunan, 10% untuk
pemerintah pusat dan 90% untuk daerah.
2) Hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, 20% untuk pusat, 80% untuk daerah.
3) Hasil kehutanan, pertambangan umum dan perikanan, 20% untuk pusat dan 80% untuk daerah.
3) Hasil kehutanan, pertambangan umum dan perikanan, 20% untuk pusat dan 80% untuk daerah.
4) Hasil minyak bumi, 85% untuk pusat, 15% untuk
daerah dan gas alam, 70% untuk pusat dan 30% untuk daerah.
Bahkan, porsi daerah ditambah lagi dengan adanya
“Dana Alokasi Umum” yang dialokasikan untuk daerah-daerah dengan perimbangan
tertentu, yang jumlah totalnya adalah 25% dari penerimaan dalam negeri APBN,
sebagai perimbangan. (Dikutip dari berbagai sumber).
Implementasi wawasan nusantara dalam bidang
politik
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu:
1. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur
dalam undang – undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU
Pemilihan Presiden. Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan
mementingkan persatuan bangsa.
Contohnya seperti dalam pemilihan presiden,
anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan
keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara di Indonesia harus sesuai denga hukum yang berlaku. Seluruh bangsa
Indonesia harus mempunyai dasar hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa
pengecualian.
Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang
dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah
(perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional.
3. Mengembangkan sikap hak asasi manusia dan
sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg
berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
4. Memperkuat komitmen politik terhadap partai
politik dan lembaga pemerintahan untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan
kesatuan.
5. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah
internasional dan memperkuat korps diplomatik ebagai upaya penjagaan wilayah
Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong.
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan
social
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
kehidupan sosial, yaitu:
Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi
antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah.
Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib
belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.
Pengembangan budaya Indonesia, untuk
melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang
memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan
pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya.
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan
pertahanan dan keamanan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu:
1. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan
harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena
kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara
lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal
yang menganggu keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran.
2. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman
suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan
ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara
warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.
3. Membangun TNI yang profesional serta
menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah
Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar